Wudhu adalah cara untuk membersihkan diri dari hadats kecil agar ibadah seperti shalat, tawaf, dan ibadah lainnya dapat dilaksanakan dengan sah. Dalam prakteknya, wudhu seseorang dapat menjadi batal jika terjadi salah satu dari empat situasi yang dapat membatalkan wudhu. Apa saja hal tersebut?
Syekh Salim bin Sumair Al-Hadlrami, seorang ulama dari mazhab Syafi'i, menjelaskan dalam kitabnya yang berjudul Safinatun Naja (Indonesia, Daru Ihya'il Kutubil Arabiyyah: tanpa tahun) Halaman 25-27, bahwa ada empat situasi yang dapat membatalkan wudhu sehingga seseorang berada dalam keadaan hadats. Situasi tersebut adalah sebagai berikut:
1. Keluarnya Sesuatu dari Kemaluan dan Dubur
Segala sesuatu yang keluar dari lubang kemaluan (qubul) dan dubur (anus), termasuk air kencing, angin, atau kotoran, baik itu suci atau najis, dalam keadaan basah atau kering, dapat membatalkan wudhu. Namun, jika yang keluar adalah sperma, itu tidak membatalkan wudhu, tetapi yang bersangkutan harus mandi junub.
Allah Swt berfirman dalam Surat Al-Maidah ayat 6:
أَوْ جَاءَ أَحَدٌ مِنْكُمْ مِنَ الْغَائِطِ
“.... salah seorang di antara kamu kembali dari tempat buang air,”.
2. Kehilangan Kesadaran
Apabila seseorang kehilangan kesadarannya, entah karena tidur, gila, mabuk, atau pingsan, maka wudhunya menjadi batal. Rasulullah Saw telah menyampaikan:
فَمَنْ نَامَ فَلْيَتَوَضَّأْ
“Barangsiapa yang tidur maka berwudhulah.” (HR. Abu Dawud)
Namun, ada jenis tidur tertentu yang tidak mengakibatkan batalnya wudhu. Contohnya adalah tidur dalam posisi duduk dengan pantat tetap menempel pada tempat duduk, sehingga tidak memungkinkan keluarnya gas.
3. Sentuhan Kulit
Sentuhan kulit antara laki-laki dan perempuan yang keduanya sudah dewasa, bukan mahram, dan tanpa penghalang dapat membatalkan wudhu. Allah berfirman dalam Surat Al-Maidah ayat 6:
أَوْ لَامَسْتُمُ النِّسَاءَ
“... atau kalian menyentuh perempuan.”
Sentuhan kulit yang tidak mengakibatkan batalnya wudhu meliputi interaksi antara laki-laki dengan laki-laki, perempuan dengan perempuan, dan laki-laki dengan perempuan yang merupakan mahramnya. Selain itu, wudhu tidak terbatal jika terjadi sentuhan yang terhalang oleh suatu benda, seperti kain.
Begitu juga, wudhu tidak terbatal jika seorang laki-laki yang sudah baligh bersentuhan kulit dengan seorang perempuan yang belum baligh, atau sebaliknya. Namun, bagaimana dengan wudhu ketika pasangan suami istri bersentuhan kulit?
Wudhu menjadi batal karena suami dan istri tidak termasuk dalam golongan mahram. Seorang perempuan disebut mahram jika dia tidak halal untuk dinikahi oleh seorang laki-laki. Sebaliknya, seorang perempuan disebut bukan mahram jika dia halal untuk dinikahi oleh seorang laki-laki.
Pasangan suami istri adalah dua individu yang berbeda jenis kelamin dan diizinkan untuk menikah. Karena keduanya tidak termasuk dalam golongan mahram, maka saat mereka bersentuhan kulit, wudhu mereka menjadi batal.
4. Menyentuh Kemaluan
Menyentuh kemaluan atau anus manusia dengan bagian dalam telapak tangan dapat membatalkan wudhu. Rasulullah Saw bersabda:
مَنْ مَسَّ ذَكَرَهُ فَلْيَتَوَضَّأْ
“Barangsiapa yang memegang kelaminnya maka berwudhulah.” (HR. Ahmad)
Wudhu seseorang dapat terbatal dengan menyentuh kemaluan atau dubur manusia, baik itu milik diri sendiri maupun orang lain, baik itu anak-anak atau dewasa, baik itu dengan sengaja atau tidak sengaja, dan bahkan jika kemaluan yang disentuh sudah terputus dari tubuh. Namun, wudhu tidak akan batal jika seseorang menyentuh kemaluan orang lain, kecuali jika keduanya sudah baligh, seperti yang disebutkan pada poin sebelumnya.
Selain itu, wudhu tidak akan batal jika seseorang menyentuh kemaluan menggunakan bagian lain dari telapak tangan atau menggunakan suatu benda sebagai perantara, seperti pakaian, kain, kayu, dan sebagainya.
Source : kemenag.go.id
Comments0